Akibat kenaikan BBM bagi masyarakat Indonesia tidak bisa kita
pungkiri akan terjadi. Rencana kenaikan harga BBM oleh Pemerintah dan
juga iklan-iklan layanan masyarakat dari pemerintah mengenai sosialisasi
harga BBM naik juga telah banyak memicu serta menimbulkan demo
penolakan harga BBM naik di masyarakat. Baik yang dilakukan oleh para
mahasiswa maupun dari berbagai kalangan masyarakat sendiri yang menolak kenaikan harga BBM ini. Karena memang dampak kenaikan harga BBM bagi rakyat terutama rakyat kecil akan begitu sangat terasa.
Pengalaman kenaikan harga BBM pada 2005 menyebabkan peningkatan
kemiskinan hingga 17 %, hal ini memberikan pelajaran berharga bahwa
kenaikan harga BBM bersubsidi akan berkontribusi pada inflasi, yang
akan menggerus daya beli masyarakat miskin, sebab setiap kenaikan BBM
subsidi 10 persen akan menyebabkan inflasi 0,8 - satu persen.
Guna
tetap menjaga daya beli kelompok masyarakat miskin diperlukan bentuk
kompensasi untuk tetap menjaga daya belinya, melalui percepatan dan
perluasan sejumlah perlindungan sosial paska kebijakan menaikkan harga
BBM bersubsidi. Kebijakan ini ditempuh sebagai refleksi dari komitmen
pengejawantahan amanat konstitusi melalui pendistribusian kesejahteraan
yang berkeadilan dan memprioritaskan upaya perlindungan bagi kelompok
masyarakat miskin.
Mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM
serta sebagai bentuk proteksi terhadap masyarakat miskin, pemerintah
berencana akan mengimplementasikan Percepatan dan Program Perluasan
Perlindungan Sosial (P4S) dengan prinsip meningkatkan alokasi baik pada
unit cost maupun pada jumlah sasaran.
Total kebutuhan dana yang
diperlukan guna mendukung Percepatan dan Perluasan Program Perlindungan
Sosial (P4S), yang perlu mendapatkan persetujuan DPR guna dialokasikan
dalam APBN-P 2013, berkisar Rp 29-31 triliun, sebagai wujud keadilan
bagi rakyat miskin sekaligus bentuk proteksi terhadap dampak kenaikan
harga BBM.
P4S tersebut rencananya akan dielaborasi melalui
empat skema, meliputi tiga program regular yakni Raskin, Program
Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Siswa Miskin (BSM), serta skema
keempat yakni Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang akan
diberikan selama enam bulan paska kenaikan harga BBM subsidi.
Pertama,
program Raskin ditambah 3-4 kali penyaluran atau 15-16 kali penyaluran
dalam setahun dengan tambahan anggaran sekitar Rp. 4.3 – 5.7 triliun
dari alokasi saat ini sebesar Rp 17.1 triliun. Program raskin ini selain
ditingkatkan frekuensinya, juga diharapkan dapat dipercepat mengingat
kebutuhan raskin menjadi kritikal bagi kelompok masyarakat miskin.
Program
raskin ini diharapkan dapat memenuhi 40 persen kebutuhan beras rumah
tangga sasaran sebesar 38 kg per bulan per RTS. Program raskin ini
diharapkan dapat menekan angka kemiskinan sebesar 1.2 persen atau
sebanyak 3 juta jiwa.
Kedua, Program keluarga Harapan
(PKH) yang ditargetkan bagi rumah tangga sangat miskin yang memiliki ibu
hamil atau menyusui dan anak usia 0-15 tahun. Program Keluarga Harapan
ini dinaikkan unit cost-nya dari Rp 1.39 juta menjadi Rp. 1.8 juta per
RTSM/tahun dengan 2.4 juta rumah tangga sangat miskin dan diharapkan
dapat menekan angka kemiskinan sebesar 0.25 persen. Tambahan anggaran
yang dibutuhkan dari program ini sekitar Rp 728.9 miliar dari alokasi
saat ini sebesar Rp.2.8 triliun.
Ketiga, program Bantuan
Siswa Miskin (BSM) ditingkatkan baik unit cost maupu jumlah penerima
bantuan. Pemerintah sedang menyiapkan usulan penambahan jumlah penerima
BSM hingga mencapai 17.1 juta siswa (30 persen dari total siswa) dari
8.7 juta siswa yang dialokasikan saat ini. Begitu pula bantuan yang
diberikan dinaikkan Rp. 400 ribu per siswa/tahun. Dengan penambahan
jumlah penerima dan unit cost ini, total anggaran yang dibutuhkan
mencapai Rp. 15.3 triliun atau tambahan Rp. 10.7 triliun dari saat ini
sebesar Rp.4.6 triliun.
Kempat, yakni Bantuang langsung
Sementara Masyarakat (BLSM) dengan 15,5 juta rumah tangga yang diberikan
selama enam bulan berturut turut sebesar Rp 150 ribu per RT/bulan.
Kebutuhan anggaran untuk program ini mencapai Rp. 14 triliun.
Bila
skenario yang digagas pemerintah tersebut disetujui oleh DPR, maka
dana penghematan bersih yang dapat digunakan, dari penghematan belanja
subsidi energi dikurangi dana BLSM untuk bantuan sosial, adalah sekitar
Rp14 triliun sampai Rp36 triliun.
Dengan penghematan itu
diperkirakan defisit anggaran belanja pemerintah pusat akan berada pada
kisaran 1,9 persen -2,3 persen dari PDB pada akhir tahun, atau masih
dalam batas aman yang ditentukan UU Keuangan Negara.
Dalam kajian
IMF di awal 2013, salah satu indicator keberhasilan sejumlah Negara
seperti Yaman, Nigeria, Afrika Selatan dan Brazil dalam mengelola
kebijakan subsidi BBM juga dilakukan melalui kebijakan dana kompensasi (cash transfer).
Urgensi
pengendalian BBM bersubsidi merupakan faktor determinan terhadap
upaya menciptakan kesehatan fiskal dan APBN, guna menjamin kontinuitas
berbagai program peningkatan kesejahteraan rakyat, sehingga dibutuhkan
visi bersama untuk segera merumuskan dan menyepakati solusi serta
langkah kongkrit antisipasi terhadap dampak pengendalian BBM bersubsidi,
dengan mengedepankan kepentingan nasional dan momentum yang ada.
Upaya
peningkatan pengendalian subsidi BBM melalui kenaikan harga BBM dan
proteksi terhadap rakyat miskin rakyat miskin, diharapkan akan dapat
menciptakan kesehatan fiskal dan APBN serta keadilan bagi rakyat
miskin, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan ketahanan
ekonomi, ditengah ketidakpastian ekonomi global, serta yang tak kalah
pentingya adalah semakin meningkatnya alokasi pembiayaan berbagai
program peningkatan kesejahteraan rakyat melalui perluasan pembangunan
infrastruktur, kesehatan, pendidikan dan berbagai program pembangunan
inklusif lainnya. Semoga.
sumber :
http://www.antaranews.com/print/378755/blsm-pertolongan-pertama-pada-kenaikan-bbm
http://setkab.go.id/en/artikel-8534-.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar